Kamisan Fakultas Hukum Unigoro Soroti Isu Kekerasan Seksual dan Ketimpangan Kuasa di Lingkungan Kampus


Banner Post

BOJONEGORO - Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum Universitas Bojonegoro (Unigoro) kembali menggelar kegiatan Kamisan, sebuah forum diskusi rutin yang dilaksanakan setiap dua pekan sekali. Kegiatan terbaru ini diselenggarakan pada Kamis,(12/6/25) bertempat di pelataran Hall Suyitno, dan mendapat antusiasme luas dari mahasiswa lintas fakultas.

Acara dibuka dengan penampilan puisi oleh sejumlah mahasiswa. Dilanjutkan dengan penyampaian materi utama oleh Ketua University Career Center (UCC) Unigoro, Rio Candra Pratama, S.Psi., M.Psi., yang membawakan isu krusial seputar kekerasan seksual di lingkungan pendidikan.

Dalam pemaparannya, Rio membahas berbagai bentuk kekerasan seksual, termasuk yang sering kali dianggap ringan seperti pelecehan verbal dan visual. Beliau menegaskan bahwa tindakan seperti bersiul (catcalling) atau menggoda secara tidak pantas merupakan bentuk pelecehan.

“Suit-suit atau menggoda itu bisa jadi bentuk pelecehan verbal. Kalau kamu nggak nyaman, lapor. Gak peduli kamu laki-laki atau perempuan,” tegasnya di hadapan peserta.

Rio juga menyoroti ketimpangan kuasa (power gap) yang kerap menjadi akar dari kekerasan seksual, terutama di lingkungan kampus dan pesantren. beliau mengkritik pemanfaatan konsep “adab” untuk membungkam korban.

“Pendidikan bukan soal gelar, tapi soal bagaimana kita memperlakukan sesama. Banyak yang berpendidikan tinggi, tapi tidak beradab,” tuturnya.

Selanjutnya, beliau menjelaskan pentingnya consent (persetujuan) dalam setiap interaksi. Kekerasan seksual, menurutnya, lahir dari niat dan kesempatan itu sering kali muncul karena ketimpangan kekuasaan yang tidak dikontrol.

“Pesantren dan ruang pendidikan lainnya bisa menjadi tempat rawan jika adab dijadikan dalih untuk membungkam korban. Kita harus sadar, orang yang benar-benar berilmu tidak akan melakukan kekerasan seksual. Ilmu seharusnya melahirkan adab, bukan jadi tameng perilaku buruk,” jelasnya.

Sebagai bentuk pencegahan, beliau mendorong mahasiswa untuk tidak tinggal diam dan berani menyampaikan keberatan secara elegan terhadap tindakan yang melanggar etika.

“Ekspresi marah bisa disampaikan dengan cara yang baik. Kalau kita belum bisa membedakan antara marah dan ekspresi marah, berarti kita belum berilmu,” tambahnya.

Forum Kamisan ini juga menjadi ruang penyadaran bahwa Unigoro telah menyediakan sarana perlindungan, yakni Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS). Edukasi kepada mahasiswa baru pun dinilai penting agar kesadaran terhadap hak, etika, dan keselamatan dapat dibangun sejak dini.

Menutup kegiatan, Kartika selaku Ketua Pelaksana sekaligus perwakilan dari Kementerian Sosial dan Perempuan BEM FH Unigoro menyampaikan pesan penting kepada seluruh peserta, khususnya mahasiswa yang mengalami atau menyaksikan tindakan kekerasan seksual.

“Kami dari Kementerian Sosial dan Perempuan memiliki program kerja Sesi Konseling (SEKON), yang dibuka untuk siapa pun yang ingin bercerita atau melapor terkait kekerasan seksual. Identitas korban akan kami jaga sepenuhnya dan kami akan bekerja sama langsung dengan Satgas PPKS,” tegasnya.

Melalui forum ini, mahasiswa Unigoro tidak hanya menyerukan perubahan sistemik, tetapi juga menegaskan bahwa kampus harus menjadi ruang yang aman, adil, dan manusiawi bagi seluruh civitas akademika. (Ily)