BOJONEGORO- Bursa Efek Indonesia (BEI)
menghentikan sementara perdagangan saham pada Selasa (18/3/25) setelah indeks
harga saham gabungan (IHSG) mengalami penurunan tajam sebesar 6,51 persen, yang
membuat IHSG jatuh ke angka 6.049. Penurunan ini lebih drastis dibandingkan
dengan krisis moneter 1998 dan pandemi Covid-19.
Dwi Irnawati, SE., MM., seorang ekonom dari Universitas
Bojonegoro (Unigoro), menyatakan bahwa penurunan IHSG disebabkan oleh
ketidakpastian politik di dalam negeri, yang turut mencerminkan kondisi ekonomi
Indonesia yang tengah menghadapi tantangan besar. “Anjloknya IHSG ini menjadi
peringatan awal. Situasi politik yang tidak menentu dan ketegangan sosial
memberikan dampak. Pemerintahan yang baru masih dalam tahap penyesuaian
kebijakan, ditambah lagi dengan isu mundurnya Menteri Keuangan Sri Mulyani dan
masalah defisit APBN,” ungkap Irna, Kamis (20/3/25).
Lebih lanjut, Irna menambahkan bahwa
adanya masalah korupsi di sejumlah BUMN juga berpotensi merusak kepercayaan
pasar. “Penurunan IHSG ini berkaitan langsung dengan minimnya minat investor
untuk berinvestasi di Indonesia,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua Lembaga Penjamin
Mutu (LPM) Fakultas Ekonomi Unigoro juga menegaskan bahwa dampak penurunan IHSG
terasa hingga ke tingkat daerah. Pemerintah daerah, khususnya di
kabupaten/kota, perlu bekerja lebih keras untuk meyakinkan investor agar tetap
berinvestasi. “Pemerintah daerah harus menjaga agar investasi tetap berjalan
dan mencegah pelepasan aset oleh investor. Salah satu cara untuk mengantisipasi
dampak penurunan IHSG adalah dengan menggerakkan ekonomi lokal. Perputaran uang
di daerah harus terus berjalan agar kesenjangan ekonomi tidak semakin melebar,”
tambah Irna. Dia juga menekankan pentingnya pemberdayaan tenaga kerja lokal
untuk mendukung perekonomian daerah.
Dengan
langkah-langkah ini, diharapkan daerah dapat menjaga kestabilan investasi
meskipun dalam kondisi ekonomi yang menantang. (din/ily)