Cuaca Tak Menentu, Dekan Fakultas Pertanian Unigoro Imbau Petani Tembakau Gunakan Mulsa Plastik Demi Cegah Gagal Panen


Banner Post

BOJONEGORO - Masih turunnya hujan di sejumlah wilayah Kabupaten Bojonegoro menjelang pertengahan Juni menimbulkan kekhawatiran tersendiri bagi petani tembakau. Kondisi iklim yang tidak stabil ini dianggap berisiko tinggi terhadap kualitas dan keberhasilan panen, mengingat tanaman tembakau secara ideal membutuhkan iklim kering untuk tumbuh secara optimal.

Dekan Fakultas Pertanian Universitas Bojonegoro (Unigoro), Ir. Darsan, M.Agr., memberikan imbauan langsung kepada para petani agar segera mengambil langkah mitigasi dengan menggunakan mulsa plastik dalam proses budidaya tembakau. Menurutnya, penggunaan mulsa plastik sangat penting untuk melindungi kondisi fisik tanah dari dampak buruk curah hujan, seperti kelembapan berlebih, pencucian unsur hara, dan tumbuhnya gulma yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman.

“Mulsa plastik berfungsi sebagai pelindung permukaan tanah dari terpaan air hujan langsung. Selain itu, petani juga sebaiknya membuat bedengan atau gundukan tanah yang lebih tinggi dari permukaan tanah normal. Cara ini mencegah genangan air yang bisa menyebabkan akar tanaman membusuk,” terang Darsan, saat ditemui pada Senin (16/6/25).

Beliau menjelaskan bahwa salah satu dampak paling signifikan dari tanaman tembakau yang terkena hujan adalah turunnya kadar nikotin atau klelet yang merupakan salah satu komponen utama penentu kualitas tembakau. Air hujan yang membasahi daun tembakau menyebabkan unsur nikotin larut dan jatuh ke tanah. Hal ini membuat warna daun yang seharusnya kuning keemasan berubah menjadi cokelat kusam atau bahkan belang, sehingga menurunkan nilai jualnya secara drastis di pasar.

“Tembakau yang terkena hujan saat masa pertumbuhan akan menghasilkan daun dengan kualitas visual dan kandungan kimia yang buruk. Pabrik rokok pun biasanya menolak atau membayar lebih rendah tembakau dengan ciri tersebut,” imbuhnya.

Selanjutnya, Darsan mengungkapkan bahwa waktu tanam yang ideal untuk tembakau di wilayah Bojonegoro berada pada rentang bulan Mei hingga Juni. Penanaman di masa tersebut memungkinkan daun tembakau dapat dipanen pertama kalinya pada pertengahan Agustus hingga awal September, yang bertepatan dengan musim kemarau dan periode pembelian tembakau oleh berbagai pabrik rokok.

“Umumnya, pada tanggal 17 Agustus ke atas, perusahaan-perusahaan rokok sudah mulai melakukan pembelian tembakau langsung dari petani. Maka, penting sekali menyesuaikan pola tanam agar panen tidak bertepatan dengan musim hujan,” ungkapnya.

Darsan juga menyoroti bahwa sejak masa kolonial Belanda, jenis tembakau yang banyak dibudidayakan di Bojonegoro adalah tembakau jenis Virginia dan BAT (British American Tobacco). Kedua varietas ini telah terbukti cocok dengan karakteristik tanah dan iklim lokal. Namun demikian, dalam situasi cuaca ekstrem yang tidak menentu seperti saat ini, beliau menegaskan bahwa hampir semua varietas tembakau tetap bisa bertahan dengan syarat petani melakukan perlindungan ekstra terhadap tanaman.

“Semua varietas pada dasarnya bisa beradaptasi, tetapi syarat mutlaknya adalah penggunaan teknologi sederhana seperti mulsa plastik. Itu yang paling mungkin dilakukan oleh petani hari ini, tanpa harus mengeluarkan biaya besar,” tegasnya.

Dengan semakin tingginya ancaman perubahan iklim terhadap sektor pertanian, Darsan menekankan pentingnya peran pendidikan dan penyuluhan bagi petani. “Kampus tidak boleh hanya menjadi menara gading. Kami berkewajiban hadir memberikan solusi nyata di lapangan,” pungkasnya. (din/ily)