BOJONEGORO - Proses revalidasi Geopark Nasional Bojonegoro menuju pengakuan sebagai UNESCO Global Geopark (UGGp) akan berlangsung pada 10 hingga 14 Juni 2025. Menyambut momen penting ini, kalangan akademisi Universitas Bojonegoro (Unigoro) mendorong pemerintah daerah untuk tidak hanya memusatkan perhatian pada geosite unggulan seperti Wonocolo dan Khayangan Api, tetapi juga memperhatikan pemerataan pengembangan seluruh situs geopark yang ada di wilayah tersebut.
Ketua Lembaga Penelitian
dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Unigoro, Dr. Laily Agustina R., S.Si.,
M.Sc., menekankan pentingnya keberlanjutan dalam pembangunan infrastruktur di
kawasan geosite, biosite, dan culture site yang tersebar
di berbagai kecamatan di Bojonegoro. Beliau menyayangkan apabila perbaikan dan
pembangunan hanya dilakukan secara temporer menjelang penilaian dari tim
UNESCO.
“Pembangunan seharusnya
tidak bersifat seremonial semata dalam rangka menyambut tim asesor UGGp. Perlu
ada strategi jangka panjang yang mengedepankan keberlanjutan seluruh elemen
geopark, bukan hanya geosite tertentu,” tuturnya, Kamis (5/6/25).
Menurut Dr. Laily, Geopark
Bojonegoro terdiri dari total 16 geosite, tiga biosite, dan delapan
culture site. Ketiga elemen tersebut merupakan satu kesatuan sistem yang
harus dikembangkan secara merata dan terpadu, bukan parsial. “Geopark bukan
hanya tentang lokasi wisata populer. Ini adalah kawasan edukatif, ilmiah, dan
budaya yang saling terhubung. Semua situs perlu mendapatkan perhatian dan
pengelolaan yang setara,” imbuhnya.
Dalam rangka mendukung
pengembangan Geopark Bojonegoro, Unigoro mengambil peran aktif melalui berbagai
kegiatan riset dan pengabdian masyarakat. Sejumlah hasil penelitian yang
dilakukan oleh dosen-dosen Unigoro telah digunakan sebagai basis data dalam
upaya meraih pengakuan dari UNESCO.
Tak hanya itu, keterlibatan
mahasiswa Unigoro juga diwujudkan melalui program Kuliah Kerja Nyata Tematik
Kolaboratif (KKN-TK) tahun 2025 yang mengangkat tema optimalisasi geopark dan
pengembangan potensi desa. Para peserta KKN-TK diterjunkan langsung ke lapangan
dan bersinergi dengan pemerintah kabupaten serta pengelola situs untuk
mendukung kesiapan menjelang kunjungan tim penilai internasional.
“Mahasiswa kami tidak hanya
belajar teori, tapi juga berkontribusi langsung di lapangan. Mereka menjadi
bagian dari proses strategis untuk mendukung pengakuan UNESCO terhadap Geopark
Bojonegoro,” jelasnya dengan penuh semangat.
Sebagai akademisi yang
telah melakukan riset selama lebih dari lima tahun di kawasan geosite Wonocolo,
beliau juga menyampaikan pentingnya edukasi geopark sejak usia dini. Salah satu
usulannya adalah memasukkan materi tentang geopark ke dalam kurikulum sekolah
dasar dan menengah di Bojonegoro.
“Pemahaman tentang geopark
harus dimulai dari generasi muda. Jika sejak dini mereka mengenal potensi alam,
sejarah, dan budaya daerahnya, maka akan tumbuh rasa memiliki dan tanggung
jawab untuk menjaga kelestariannya,” pungkasnya. (Din/Ily)