Tanaman Air sebagai Penjaga Kualitas Air: Kuliah Praktisi Ilmu Lingkungan Unigoro Hadirkan Pakar Sanitasi


Banner Post

BOJONEGORO - Program Studi Ilmu Lingkungan Universitas Bojonegoro (Unigoro) menggelar kuliah praktisi bertajuk “Pemanfaatan Tumbuhan sebagai Biomonitoring Kualitas Air” pada Rabu (2/7/25). Bertempat di ruang Modern Class Fakultas Sains dan Teknik, kuliah ini menghadirkan Sukir, S.KL., Kepala Bidang Sanitasi dan Rumah Tangga RS Aisyiyah Bojonegoro, sebagai narasumber utama.

Dalam paparannya, Sukir menyampaikan pentingnya pemanfaatan biomonitoring sebagai metode pengawasan kualitas lingkungan, khususnya air. Menurutnya, metode ini memiliki banyak keunggulan karena mampu mendeteksi zat pencemar secara biologis melalui organisme tertentu, termasuk tumbuhan air.

“Biomonitoring memiliki kelebihan dari sisi sensitivitas, spesifisitas, dan biaya yang relatif terjangkau. Namun, metode ini sangat bergantung pada jenis organisme yang digunakan, serta dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan lain,” tutur Sukir di hadapan para mahasiswa.

Kabupaten Bojonegoro yang kerap menghadapi tantangan bencana seperti banjir dan kekeringan menjadi wilayah yang perlu perhatian khusus dalam hal pengelolaan kualitas air. Kegiatan domestik dan limbah rumah tangga yang tidak dikelola dengan baik berpotensi mencemari sumber air yang digunakan masyarakat.

Dalam konteks ini, Sukir menekankan bahwa tumbuhan air seperti eceng gondok (Eichhornia crassipes), kiambang (Salvinia molesta), dan hydrilla (Hydrilla verticillata) dapat dimanfaatkan sebagai indikator alami kualitas air. Tumbuhan-tumbuhan tersebut terbukti mampu menyerap logam berat, nutrien berlebih, serta polutan organik yang mencemari air.

“Tanaman air ini juga bisa menjadi alternatif pakan ikan. Saya sendiri sudah memanfaatkannya di kolam pribadi untuk mengurangi penggunaan pakan buatan,” tambahnya.

Meski demikian, Sukir mengingatkan bahwa keberadaan tanaman air juga perlu dikontrol dengan baik.

“Jika jumlah tumbuhan terlalu banyak, justru bisa menyebabkan eutrofikasi, yaitu pertumbuhan berlebih yang mengganggu keseimbangan ekosistem perairan,” ungkapnya.

Acara ini dipandu oleh moderator Solikhati Indah P., ST., M.Sc., dan berlangsung secara interaktif. Mahasiswa Ilmu Lingkungan yang telah mempelajari parameter kualitas air secara teoritis, mendapatkan pengalaman baru melalui pemaparan praktis dari narasumber berpengalaman. Kegiatan ini menjadi penguatan penting dalam menjembatani ilmu akademik dengan praktik lapangan. (din/ily)