BOJONEGORO- Paguyuban Karimon yang terdiri dari eks napi teroris asal Bojonegoro bekerja sama dengan Densus 88 Anti Teror Satgaswil Jatim mengadakan seminar kebangsaan di Universitas Bojonegoro (Unigoro) pada Kamis (9/1/25). Seminar ini bertujuan untuk memperkuat moderasi beragama dengan mengatasi intoleransi, radikalisme, dan terorisme, serta menghadirkan sejumlah pembicara, antara lain perwakilan dari Densus 88, Pusdiklat Baznas RI, Kemenag Bojonegoro, dan tokoh dari Jamaah Islamiyah serta Kombatan Morro-Syiria, serta M. Bakhru Thohir M.Si., selaku dosen Unigoro sekaligus anggota jaringan Gusdurian.
Ketua panitia
seminar, Arif Budi Setiawan, mengapresiasi dukungan dari semua pihak yang
terlibat dalam acara tersebut. Seminar kebangsaan yang digagas oleh eks napi
terorisme ini menjadi acara perdana di Kota Angling Dharma. “Terima kasih telah
mempercayai kami dalam menyelenggarakan acara. Perlu diketahui bersama, Paguyuban Karimon
berasal dari akronim karya inspirasi dan harmoni. Kami berharap
masyarakat jangan takut berinteraksi dengan eks napi terorisme,” ucapnya.
Kepala
Bakesbangpol Bojonegoro, Mahmudi, S.Sos., MM., dalam sambutannya berharap agar
Paguyuban Karimon dapat bekerja sama dengan Pemkab Bojonegoro, terutama dalam
upaya pencegahan intoleransi, radikalisme, dan terorisme. “Kalau bisa
ada rencana tindak lanjut setelah seminar kebangsaan ini dilaksanakan. Kira-kira
apa kontribusi positif yang bisa dilakukan untuk mencegah adanya tindakan
intoleransi dan sebagainya itu,” tuturnya.
Ketua
Yayasan Suyitno Bojonegoro, Dr. Arief Januwarso, S.Sos., M.Si., menyambut baik
segala bentuk kolaborasi dengan pihak manapun, termasuk eks napi terorisme. Ia
menegaskan bahwa kampus merupakan tempat bagi para akademisi untuk berdiskusi
dan berdialektika. “Tentu akan banyak sekali pelajaran yang bisa diambil
dari seminar kebangsaan kali ini. Khususnya untuk pencegahan dan penanggulangan
terorisme. Mungkin gagasan tersebut bisa diaplikasikan oleh mahasiswa saat KKN
di tengah masyarakat nanti,” terangnya.
Seminar yang
dipandu oleh Sasmito Anggoro berlangsung dengan interaktif. Semua narasumber
sepakat bahwa faktor ekonomi menjadi salah satu penyebab seseorang terlibat
dalam intoleransi, radikalisme, dan terorisme. Para eks napi terorisme
memerlukan pemberdayaan agar dapat mandiri secara ekonomi dan hidup
berdampingan dengan masyarakat tanpa tendensi tertentu. (din/ily)