Musim Kemarau Berlangsung Pendek, Petani Tembakau Perlu Siapkan Strategi Hadapi Hujan


Banner Post

BOJONEGORO- Musim kemarau adalah priode dalam setahun ketika curah hujan sangat minim atau bahkan hampir tidak ada sama sekali. Di Indonesia, musim kemarau biasanya berlangsung antara bulan April hingga Oktober. Tahun ini diperkirakan akan berlangsung lebih pendek dari biasanya. Hujan dengan itensitas ringan hingga deras masih kerap turun di berbagai wilayah, meskipun kalender musim menunjukan seharusnya Indonesia telah memasuki musim kemarau. Kondisi ini menandakan kemunculan fenomena kamarau basah, sebuah gejala iklim yang ditandai dengan hadirnya hujan di tengah priode kemarau.

Menurut Dr. Heri Mulyanti, S.si., M.Sc., ahli klimatologi dari Universitas Bojonegoro, menjelaskan bahwa musim kemarau tahun ini diprediksi tidak akan berlangsung lama. “Perubahan iklim sulit ditentukan. Maka prediksi musimnya juga jadi lebih sulit. Ada kemungkinan kemarau di tahun ini lebih pendek karena masih disertai hujan, jadi tidak terlalu kekeringan.” jelasnya, Senin (21/4/25).

Beliau Melanjutkan bahwa suhu permukaan laut di sekitar Pulau Jawa saat ini masih tergolong hangat, yang menjadi salah satu faktor pedukung terjadinya hujan meskipun sudah memasuki periode kemarau. Beliau juga menambahkan bahwa dua fenomena iklim utama, yaitu El Nino dan Indian Ocean Dipole (IOD), saat ini berada dalam kondisi positif netral. Dengan kata lain, tidak ada dorongan atmosferik yang cukup kuat untuk menghilangkan potensi hujan secara total di bulan April. Dengan kondisi suhu lautan yang masih hangat dan IOD yang berada pada fase netral, potensi hujan di bulan April tetap ada, meskipun secara kalender musim kita sudah memasuki awal kemarau.

Maka yang saya khawatirkan bagi para petani tembakau di Bojonegoro karena dengan pola cuaca yang tidak menentu dapat mempengaruhi proses budidaya tembakau yang sangat bergantung pada kondisi kemarau kering. “Petani-petani tembakau di Bojonegoro pada umumnya memanfaatkan musim kemarau untuk menanam karena tanaman ini membutuhkan intensitas hujan yang rendah agar kualitasnya tetap terjaga. Dengan kondisi kemarau yang masih diselingi hujan, mereka harus mulai memikirkan strategi perlindungan tanaman, terutama dalam hal perawatan dan pengeringan hasil panen,” tuturnya.

Selain memberikan dampak pada sektor pertanian, fenomena kemarau basah juga dapat menimbulkan risiko kesehatan yang tidak boleh diabaikan oleh masyarakat. Kondisi cuaca yang lembap dan tidak menentu menjadi lingkungan ideal bagi berkembangnya berbagai penyakit musiman, seperti demam berdarah, influenza, serta infeksi saluran pernapasan lainnya. (Din/ily)