BOJONEGORO – UKM Kependudukan Universitas Bojonegoro (Unigoro) bekerja sama
dengan Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Perguruan Tinggi (PPKPT)
Unigoro menggelar seminar umum pada Selasa (21/1/25). Acara yang
diselenggarakan di Gedung Mayor Sogo ini menghadirkan Dra. Endah Tri Ratnawati,
M.A.P., Ketua Forum Perlindungan Perempuan dan Anak (FP2A) dari Dinas
Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB)
Bojonegoro sebagai narasumber.
Wakil Rektor III Unigoro, Ir. H. Noor Djohar, MM., dalam sambutannya
menekankan pentingnya sinergi antara berbagai pihak untuk menciptakan
lingkungan kampus yang bebas dari kekerasan. Ia menegaskan bahwa pencegahan
kekerasan bisa dilakukan jika seluruh civitas akademika perguruan tinggi
mendapatkan edukasi yang tepat. “Semoga seminar hari ini memberi manfaat bagi
kita semua,” ujar Noor Djohar.
Sebagai moderator, Septi Wulandari, S.A.P., M.A.P., membuka diskusi dengan
menjelaskan bahwa kekerasan seksual bisa dilakukan oleh siapa saja dan di mana
saja, sehingga dibutuhkan strategi kolaboratif dan pendekatan multidisipliner
untuk pencegahannya.
Di hadapan para mahasiswa, Endah menjelaskan bahwa saat ini setiap desa di
Kabupaten Bojonegoro telah membentuk Satgas PPA (Perlindungan Perempuan dan
Anak). Untuk masyarakat yang kesulitan mengakses laporan di tingkat desa atau
kecamatan, FP2A Bojonegoro menyediakan layanan hotline. “Setiap laporan yang masuk
harus ditindaklanjuti dengan bukti aduan. Kampus Unigoro sangat beruntung
memiliki Satgas PPKPT untuk memediasi kasus di tingkat universitas,” paparnya.
Endah juga memaparkan bahwa FP2A Bojonegoro menangani berbagai kasus
kekerasan, termasuk kekerasan fisik, psikologis, ekonomi, dan seksual. Meskipun
jumlah kasus yang ditangani menunjukkan penurunan setiap tahunnya, pada tahun
2021, saat pandemi Covid-19 merebak, kasus kekerasan justru mencapai angka
tertinggi, dengan 60 kasus yang sebagian besar merupakan kekerasan seksual.
"Namun, pada 2022 dan 2023, tren kasusnya menurun. Saat ini, kekerasan
ekonomi mendominasi kasus yang ada," jelasnya.
Pendampingan terhadap korban kekerasan dilakukan sesuai dengan kebutuhan
masing-masing. FP2A Bojonegoro melakukan asesmen untuk menentukan jenis
pendampingan yang diperlukan, kemudian melanjutkan dengan kunjungan rumah untuk
menggali fakta lebih dalam terkait terjadinya kekerasan. (din/ily)