Ijazah Ditahan, Karyawan Tertekan: Dosen Unigoro Bongkar Pelanggaran Hukum Ketenagakerjaan


Banner Post

BOJONEGORO- Jelang peringatan hari buruh internasional 1 Mei, masih ada masalah di sektor ketenagakerjaan yang acapkali ditemui. Salah satunya penahanan ijazah karyawan.  Penahanan ijazah oleh perusahaan bukan sekedar melanggar praktik keliru, tapi juga berpotensi melanggar hukum.

Menurut praktisi hukum dari Universitas Bojonegoro (Unigoro), Gesa Bimantara, SH., MH., praktik penahanan ijazah oleh perusahaan bertentangan dengan hukum ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia. “Dari sudut pandang hukum ketenagakerjaan, perusahaan tidak diperbolehkan menahan ijazah karyawan,” tuturnya, Selasa (29/4/25).

Gesa merujuk pada Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang masih berlaku hingga saat ini. Dalam regulasi tersebut, hak atas ijazah sebagai dokumen pribadi tidak bisa dipindahkan, apalagi ditahan tanpa dasar hukum yang jelas.

“Ijazah adalah hak milik pribadi karyawan. Menahannya tanpa dasar hukum yang sah merupakan pelanggaran terhadap hak asasi dan hak perdata seseorang,” tegasnya.

Selanjutnya, Gesa menyoroti pasal 56 UU Ketenagakerjaan yang menyebut bahwa perjanjian kerja tidak boleh memuat ketentuan yang merugikan pekerja atau melanggar hak-hak dasarnya. “Dengan demikian, menahan ijazah sebagai jaminan karena alasan belum terpenuhinya kewajiban kerja dinilai tidak memiliki kekuatan hukum,” imbuhnya.

Dosen Fakultas Hukum Unigoro ini menjelaskan, praktik penahanan ijazah sering digunakan untuk menekan karyawan agar tidak mengundurkan diri sebelum masa kerja tertentu. Namun, tindakan tersebut tidak dibenarkan secara hukum dan dapat dikategorikan sebagai pelanggaran administratif yang serius. “Perusahaan yang terbukti menahan ijazah dapat dikenai sanksi, baik berupa sanksi administratif hingga kewajiban membayar ganti rugi. Pekerja juga berhak melaporkan kasus semacam ini ke disnaker (dinas tenaga kerja) setempat atau membawa ke ranah Pengadilan Hubungan Industrial,” terangnya.

Gesa menekankan pentingnya semua pihak memiliki kesadaran hukum. Baik dari pihak perusahaan maupun karyawan. Praktik ketenagakerjaan yang sehat dan adil dapat terwujud apabila semua pihak menghormati hak dan kewajiban masing-masing sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. (Ily/din)