BOJONEGORO - Bupati dan Wakil Bupati Bojonegoro, Setyo
Wahono dan Nurul Azizah, memperkenalkan inisiatif untuk menerapkan sistem
pemerintahan elektronik (SPBE), transformasi digital, serta peningkatan
efisiensi dalam pelayanan publik yang berbasis teknologi sebagai bagian dari
program prioritas dalam 100 hari pertama masa kerja mereka. Dr. Ahmad
Suprastiyo, S.Sos., M.Si., seorang pengamat pelayanan publik dari Universitas
Bojonegoro (Unigoro), mengimbau perlunya pengoptimalan pengelolaan organisasi
di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bojonegoro guna memastikan keberhasilan
implementasi program tersebut.
“SPBE
di Bojonegoro sudah masuk predikat sangat baik. Tapi belum di tahap nilai tertinggi, yaitu memuaskan. Sehingga
di situlah konsentrasinya 100 hari bisa diselesaikan. SPBE di Bojonegoro dari
sisi kebijakan internal sudah ada. Cuma permasalahannya dari sisi tata kelola
dan pelaksanaan pelayanan,” ucapnya, Rabu (5/3/25).
Menurut
Pras, panggilan akrab dari Dr. Ahmad Suprastiyo, meskipun Bojonegoro sudah
memiliki Mall Pelayanan Publik (MPP), hal itu tidak serta merta menjamin
tercapainya efisiensi dalam pelayanan publik. Apa yang kini diharapkan oleh
masyarakat adalah pelayanan yang cepat, responsif, dan tepat sasaran. Oleh
karena itu, optimalisasi pelayanan publik tidak hanya dapat dilihat dari
penyediaan berbagai layanan dalam satu tempat, tetapi juga harus memperhatikan
perbaikan pada proses-proses pelayanan itu sendiri agar lebih efisien dan
efektif. “Warga membutuhkan pelayanan yang cepat dan tepat berbasis teknologi. Dari
sisi kelembagaan, SDM-nya harus dipilih yang mampu untuk mengoperasikan hardware
dan software SPBE itu. Kemudian sarana prasarana dan akses layanan,
terutama untuk daerah-daerah di pinggiran Bojonegoro harus dipastikan. Bisa nggak
warga mengakses teknologi itu? Khususnya sinyal. Pemerintah harus lihat secara
komperehensif dan bisa memetakan daerah-daerah mana yang sinyalnya sulit. Harus
melihat dari sisi masyarakatnya juga,” papar Ketua Lembaga Penjamin Mutu (LPM)
Unigoro.
Setelah
beberapa tahun melakukan penelitian mengenai pelayanan publik, Pras menjelaskan
bahwa efisiensi dalam pelayanan publik dapat dimulai dengan memperbaiki tata
kelola kelembagaan, penerapan prinsip-prinsip good governance, serta
menyederhanakan prosedur-prosedur yang ada. Setiap lembaga pemerintah perlu
mengoptimalkan fungsi dan perannya dengan sebaik-baiknya. Sebagai contoh, dia menyebutkan
bahwa proses pengurusan Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP)
masih memiliki tahapan yang cukup panjang. Proses ini dimulai dari tingkat
desa, dilanjutkan ke kecamatan, dan akhirnya sampai ke Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil (Disdukcapil). “Kenapa nggak bisa cukup di desa saja mengurusnya?
Padahal di desa ada lembaga pemerintahannya. Jika lembaga sudah ada, tinggal
SDM-nya harus memiliki value good governance. Transparansi,
akuntabilitas, responsif, dan adaptif. Kemudian dari segi proses, saat laporan
atau permohonan sudah dibuat harus dilakukan sesuai peraturan,” jelas dosen
prodi administrasi publik Unigoro.
Pras
menilai bahwa delapan program quick wins dalam 100 hari kerja yang diluncurkan
oleh Wahono-Nurul merupakan kesempatan penting bagi keduanya untuk menunjukkan
kemampuan dan kinerja mereka dalam menyelesaikan berbagai masalah serta menangani
isu-isu strategis yang menjadi prioritas utama di Kota Ledre. Meskipun
demikian, semua program yang dijalankan telah tercantum dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), yang menjadi dasar dari perencanaan
pembangunan daerah. (Din/ily)